Tuesday, June 5, 2012

What is your color?

Stereotip adalah kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang suatu kelompok sosial sebagai suatu ciri yang dimiliki kelompok sosial tertentu. Salah satu stereotip yang berkembang di masyarakat sejak dulu adalah perbedaan warna kulit atau rasisme. Rasisme terlihat banyak terjadi di Amerika Serikat karena banyak film remaja yang menggambarkan suasana sekolah yang berkelompok-kelompok dan bullying  terhadap kelompok warna kulit tertentu, biasanya Asia atau kaum negro. 

Bagaimana dengan diskriminasi warna kulit di Indonesia? Walaupun di Indonesia tidak terdapat perbedaan warna kulit yang mencolok, antara kulit putih atau negro, tetapi secara tidak sadar stereotip mengenai perbedaan warna kulit sudah tertanam sejak lama. Buktinya adalah mayoritas warga Indonesia berbondong-bondong membeli alat pemutih kulit karena merasa tidak puas dengan warna kulitnya yang sawo matang. Hal ini terjadi karena adanya stereotip bahwa warna kulit putih adalah warna kulit yang banyak disukai banyak orang. Contohnya dalam iklan pemutih kulit adalah seorang remaja cantik yang berkulit cokelat merasa tidak secantik gadis lain dan tidak ada lelaki yang mendekati. Namun, setelah menggunakan produk tersebut warna kulitnya menjadi putih dan iapun merasa percaya diri dan banyak lelaki yang mendekati. 

Tidakkah miris rasanya melihat contoh tersebut? Di saat kita sibuk mengkritisi negara lain tentang diskriminasi, ternyata kita sendiri melakukan diskriminasi terhadap diri sendiri. Selain karena adanya stereotip yang menganggap kaum kulit hitam lebih rendah, hal tersebut terjadi karena penanaman informasi yang umumnya meninggikan kaum kulit putih daripada kaum kulit hitam. Karena banyaknya stereotip tentang warna kulit, masyarakatpun memandang rendah kulit asli Indonesia yang sawo matang. Contoh kecil yang nyata adalah pada saat kita SD kita akan banyak menemukan seorang teman yang berkulit cokelat dan diejek oleh banyak teman lainnya, akhirnya ia membenci dirinya sendiri dan berusaha untuk mengubahnya menjadi lebih putih. 

Baron dan Bryne (Sarlito&Eko, 2011) menguraikan cara mengendalikan tingkat prasangka adalah sebagai berikut :
1. Belajar untuk Tidak Membenci
Upaya logis yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka adalah dengan melarang orang tua atau orang dewasa lain untuk menurunkan sikap negatifnya kepada anak-anak.

2. Direct Intergroup Contact
Prasangka yang terjadi antar kelompok dapat dikurangi dengan cara meningkatkan intensitas kontak antara kelompok yang berprasangka tersebut.

3. Rekategorisasi
Rekategorisasiadalah melakukan perubahan batas antara ingroup dan outgroupnya. Dengan kata lain seseorang memperluas area kategori ingroupnya.  

No comments:

Post a Comment